DAFTAR ISI:
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” Matius 5:13
Hampir semua masakan menggunakan garam. Tanpa garam akan hambar. Tidak enak. Maka garam adalah bahan yang selalu tersedia disetiap rumah.
Garam adalah senyawa kristalin NaCI yang merupakan klorida dan sodium, dapat larut dalam air dan asin rasanya.
Garam ditaburkan kedalam masakan dan bercampur dengan bahan makanan yang dimasak. Supaya merata percampurannya, maka diaduk-aduk, maka seluruh masakan menjadi enak dan berasa.
Jadi, garam penting, bahkan salah satu bahan penentu rasa enak sebuah masakan.
Yesus menggunakan garam sebagai metafora kepada umat-Nya, bahwa mereka harus memiliki rasa dan membuat rasa kepada orang-orang dimana mereka berada.
Di Palestina garam dikumpulkan dari rawa-rawa di sepanjang pantai atau dari dalam danau. Ketika garam-garam itu dikumpulkan dia mengandung banyak kotoran.
Jika terkena kelembaban, atau terkena hujan, garam itu akan larut dan kalau dicuci maka hanya menyisakan kotoran hambar dan tidak berguna lagi.
Garam juga digunakan sebagai pengawet. Garam sangat penting sebagai pencegah kerusakan di dunia kuno. Dan seluruh kehidupan ekonomi sangat bergantung pada garam.
Makanan, tanpa garam, dapat menjadi hambar dan menjijikkan. Maka, orang Kristen harus menjadi pembawa cita rasa ke dalam hidup.
Di zaman Yesus, garam dalam pikiran banyak orang berhubungan dengan tiga kwalitas khusus.
Pertama, Berhubungan dengan kemurnian. Warnanya yang putih sebagai tanda kesucian. Orang Romawi berkata bahwa garam adalah yang paling murni dari segalanya.
Jadi, jika orang Kristen ingin menjadi garam dunia, dia harus menjadi teladan kemurnian atau kesucian.
Dunia dimana kita tinggal cenderung mengalami penurunan standar disegala bidang. Standar kejujuran, standar ketekunan dalam bekerja, standar ketelitian, standar moral, semuanya cenderung menurun.
Maka, Orang Kristen haruslah orang yang menjunjung tinggi standar kemurnian dalam perkataan, tingkah laku, dan bahkan dalam pikiran.
Kedua, Di dunia kuno garam adalah yang paling umum digunakan untuk mengawetkan. Itu digunakan untuk mencegah hal-hal menjadi buruk, dan untuk menahan pembusukan.
Jadi garam melindungi dari kerusakan. Jika orang Kristen ingin menjadi garam dunia, dia harus memiliki pengaruh antiseptik tertentu terhadap kehidupan.
Orang Kristen harus menjadi antiseptik pembersih dalam masyarakat mana pun kita berada; kehadiran kita akan mengalahkan kerusakan dan denga mudah membantu orang lain untuk menjadi baik.
Ketiga, Kualitas garam yang terbesar dan paling jelas adalah garam memberi rasa pada sesuatu.
Makanan tanpa garam adalah hal yang sangat hambar dan bahkan memuakkan. Maka, Kekristenan adalah hidup seperti garam untuk makanan. Kekristenan memberi rasa pada kehidupan dunia.
Yesus melanjutkan dengan mengatakan bahwa, jika garam menjadi hambar, maka itu tidak berguna, lalu akan dibuang dan diinjak oleh orang.
Artinya, jika seorang Kristen tidak memenuhi tujuannya sebagai seorang Kristen, maka dia sedang menuju bencana.
Kita dimaksudkan untuk menjadi garam dunia, dan jika kita tidak menghidupkan kesucian hidup, menjadi antiseptik, maka kita menjadi masalah dan tidak berguna.
Beberapa orang Kristen tidak hanya seperti garam yang telah kehilangan rasanya, tetapi seperti lada yang telah kehilangan semangatnya.
Tanpa iman yang hidup dalam Kristus sebagai Juruselamat pribadi tidak mungkin membuat pengaruh kita dirasakan dalam dunia yang skeptis.
Kita tidak dapat memberikan kepada orang lain apa yang kita sendiri tidak miliki. Itu selaras dengan kesetiaan dan pengabdian kita kepada Kristus sehingga kita menggunakan pengaruh untuk memberkati dan mengangkat umat manusia.
Jika tidak ada pelayanan yang sungguh-sungguh, tidak ada kasih sejati, tidak ada kenyataan pengalaman, tidak ada kuasa untuk menolong, tidak ada hubungan dengan surga, tidak ada khasiat Kristus dalam kehidupan.
Kecuali Roh Kudus dapat menggunakan kita sebagai wakil-wakil yang menyampaikan kebenaran seperti yang terdapat dalam Yesus, kita bagaikan garam yang telah tawar dan sama sekali tidak berguna. (Kotbah diatas bukit, 47)
—————
“Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius5:14-16
Bagi anda yang pernah berpetualang ke gua bawah tanah, anda akan tahu ungkapan, “Hitam pekat atau gelap pekat.”
Tanpa sumber cahaya apapun, seseorang tidak dapat melihat bahkan tangan di depan wajah.
Namun, saat korek api dinyalakan atau lampu senter dinyalakan, dunia bawah tanah itu langsung menyala dan kegelapan hilang.
Cahaya selalu mengalahkan kegelapan dan membawa serta kemampuan untuk melihat dengan jelas lagi.
Yesus mengatakan “kamu adalah terang dunia.. Disini Yesus memberikan pujian besar dan tanggung jawab besar. Karena gelar “terang dunia” itu adalah gelar untuk Yesus.
“Akulah terang dunia..” Kalimat ini berbicara tentang cahaya dalam arti yang asli. Dia adalah sumber terang.
“..Barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Yohanes 8:12.
Kita tidak menghasilkan terang, tetapi seperti bulan yang memantulkan terang matahari, kita juga memantulkan terang hidup-Nya yang diam didalam kita.
Karena itu Paulus mengatakan, “tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan.”
Yesus adalah Sumber dari semua cahaya rohani. Tetapi sama seperti matahari terbenam dan diikuti oleh terbitnya bulan yang memantulkan cahaya matahari..
Demikian pula orang percaya sekarang menjadi “bulan” yang memantulkan cahaya Yesus!
Yesus katakan, kamu adalah terang “Dunia.” Dunia yang dimaksud mengacu pada umat manusia secara umum.
Dunia atau kosmos mengacu pada dunia dalam arti spiritual dari sistem yang berpusat pada manusia, yang terasing dari dan memusuhi Tuhan dan umat-Nya. (1Yoh 5:19, Yoh 12:31)
Kosmos menggambarkan sistem nilai yang berpusat pada diri sendiri, tidak bertuhan, dan adat istiadat umat manusia yang telah jatuh.
Tujuan dari “dunia” adalah humanistik, peninggian manusia, kemuliaan diri, pemenuhan diri, pemanjaan diri, kepuasan diri, dan setiap bentuk pelayanan diri lainnya (Baca 2Tim 3: 1-4).
Maka dalam konteks inilah kita menjadi terang, memantulkan terang kebenaran Tuhan, supaya dunia melihat Tuhan dan bertobat.
Yesus katakan, “Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” Artinya, orang percaya harus terlihat.
Orang percaya sejati tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa mereka memiliki hubungan yang nyata dengan Yesus Kristus.
Tujuan terang adalah untuk menerangi. Oleh karena itu terang harus disingkapkan, jika disembunyikan, maka tidak berguna lagi. Sama seperti kota yang terletak di atas bukit, terlihat jelas.
Terang dibutuhkan karena dunia berada dalam kegelapan, dan jika kita meniru kegelapan, kita tidak punya apa-apa untuk ditunjukkan kepada dunia.
Maka kita harus menampilkan karakter kita sebagai Kristen. Karena kita tidak pernah bisa mempengaruhi dunia untuk Yesus dengan menjadi seperti dunia.
Orang percaya adalah satu-satunya “Alkitab” yang akan “dibaca” oleh kebanyakan orang!
Kita harus memberikan penerangan kepada semua yang kita temui di dunia yang gelap secara spiritual ini.
Bagaimana caranya? Dengan bersaksi. Kita adalah surat yang hidup, kesaksian berjalan. Yesus mengatakan, “hendaknya terangmu bercahaya di depan orang..”
Orang percaya harus menerangi jalan sehingga orang lain dapat melihat jalan menuju ke Surga.
Hendaknya terangmu bercahaya, bukan perintah pergi membawa injil ke banyak orang. Maksud Yesus adalah agar orang percaya menghidupkan kehidupan Kristus yang ada di dalam diri mereka (Kol 1:27)
Yaitu menampikan cara dan kualitas hidup yang sangat berbeda dari dunia. Gereja akan sangat berkuasa bila gereja tidak sama dengan dunia.
Perhatikan, Suatu bangsa tidak akan rusak dan runtuh hanya karena orang-orang yang menjajakan pornografi atau obat-obatan terlarang. Suatu bangsa akan rusak, bila orang-orang Kristen tidak lagi menjadi garam dan terang.
Ketika orang-orang Kristen mulai bertindak seperti orang berdosa, kompromi, mereka tidak hanya merugikan diri mereka sendiri dan keluarga serta gereja mereka, tetapi juga berkontribusi pada kehancuran seluruh bangsa.
Karena itu apa yang kita katakan selaras dengan kesaksian bibir kita. Satu-satunya khotbah yang paling hidup adalah perbuatan.
Jadi alasan terang kita harus bercahaya adalah supaya “mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
———————-
“Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Matius 5:18
Karena disangka mau menghancurkan Hukum, Yesus menegaskan tujuan kedatangan-Nya dan masa berlaku hukum tersebut.
Perkataan Yesus bahwa, “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.”
Kalimat itu sedang menegaskan kekekalan Hukum Allah. Dalam konteks ini Yesus mengacu pada akhir dari sejarah dunia. Seperti yang ditulis oleh Petrus:
“Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik.” 2 Petrus 3:7
Yesus mengatakan bahwa Hukum dan Kitab Para Nabi, Firman Tuhan, akan hidup lebih lama dari alam semesta, seperti yang diajarkan Petrus suatu hari akan lenyap.
Hukum sebagai ungkapan kehendak Allah, dan rencana keselamatan merupakan ungkapan belas kasih Allah, tidak ada yang akan gagal. “Firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya” (Yes. 40:8).
Supaya lebih jelas kekekalan hukum itu, Yesus mengambil contoh huruf kesembilan Bahasa Yunani yatu Iota.
Huruf ini adalah huruf terkecil dari alfabet Yunani dan digunakan untuk menyatakan kekecilan atau bagian terkecil dari sesuatu.
Melalui hal ini, Yesus ingin menerangkan bahwa Dia percaya pada inspirasi literal dari Alkitab, bahkan pada detail kecil yang tampaknya tidak penting.
Bahkan goresan terkecil sekalipun, memiliki makna. Bukan hanya kata-katanya, tetapi bahkan huruf-hurufnya pun diilhami secara ilahi.
Selanjutnya dalam Bahasa Ibrani, yod adalah huruf terkecil dalam abjad Ibrani. Titik adalah lekukan atau titik kecil yang berfungsi untuk membedakan huruf-huruf Ibrani tertentu yang berpenampilan serupa.
Tradisi Yahudi menyebutkan huruf yod tidak dapat dipindahkan. Bahwa jika semua orang di dunia berkumpul untuk menghapuskan huruf terkecil dalam hukum, mereka tidak akan berhasil.
Melakukan hal itu akan menimbulkan rasa bersalah yang begitu besar, mereka beralasan, bahwa jika hal seperti itu dilakukan, dunia akan hancur.
Merubah hukum moral, sama dengan karakter Allah yang tidak berubah(Mal. 3:6). Jadi prinsip-prinsip hukum moral sama permanennya dengan keberadaan Tuhan.
Bahwa satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Dalam Bahasa inggris kalimat yang digunakan “terpenuhi.”
Artinya “menjadi”, “berlangsung”, “didirikan”. Maksudnya adalah bahwa Allah tidak akan mengurangi atau mengubah kehendak-Nya yang dinyatakan.
Firman”-Nya akan mencapai tujuan kemurahan-Nya, dan “berhasil” (Yes. 55:11). Tidak akan ada perubahan dalam ajaran ilahi, untuk menyesuaikannya dengan kehendak manusia.
“Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” Matius 24:35
—————
“Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” Matius 5:19.
Membaca ayat ini mungkin membingungkan. Ada dua hal yang membuat bingung. Pertama, orang yang menghancurkan hukum Allah masuk Sorga. Kedua, di Sorga ada kasta: tempat tinggi dan rendah.
Apakah memang seperti itu maksud Yesus? Apakah ini Bahasa kiasan atau literal? Bahwa orang yang menghancurkan hukum Allah dan yang melakukan perintah Allah sama-sama masuk Sorga. Bedanya hanya posisi tempatnya saja?
Kalimat ini mengacu kembali pada apa yang baru saja Yesus nyatakan tentang Hukum. Bahwa hukum Allah cerminan dari karakter-Nya yang kudus, benar dan baik (Roma 7:12) dan karena itu tidak berubah tetapi kekal.
Ayat 19 ini semacam kesimpulan Yesus untuk menegaskan apa yang Dia sampaikan di ayat 17-18, bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum.
Karena itu Yesus menekankan siapa saja yang meniadakan hukum bahkan yang paling kecil sekalipun dan mengajarkan kepada orang lain akan mendapat kedudukan paling rendah dalam kerajaan Surga.
Pada kalimat, “mendapat kedudukan paling rendah dalam kerajaan surga..” Kristus sama sekali tidak menyiratkan bahwa orang yang meniadakan perintah dan mengajar orang lain untuk melakukannya akan masuk surga.
Di sini Dia menyatakan sikap yang akan diambil terhadap para pelanggar hukum, yaitu karakter mereka akan di evaluasi.
Hal ini diperjelas dalam ay. 20, di mana “ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,” yang melanggar perintah dan mengajar orang lain, dengan tegas dikatakan, “tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”
Jadi, kalimat itu tidak bermakna pelanggar hukum masuk sorga. Posisi seseorang dalam kerajaan Sorga ditentukan oleh ketaatan dan kesetiaan selama di bumi ini.
Kontras dengan pelanggar hukum, sementara orang yang menuruti akan mendapat kebesaran di sorga.
Kebesaran dalam Kerajaan Surga tidak didasarkan pada karunia, posisi seseorang tetapi pada bagaimana seseorang menangani firman Tuhan.
Mungkin tidak semua kita memiliki karunia mengajar secara formal, tetapi setiap orang percaya mengajar orang lain dengan kehidupan dan tindakan mereka.
Kebesaran tidak ditentukan oleh karunia, kesuksesan, popularitas, reputasi, atau ukuran pelayanan, tetapi oleh pandangan orang percaya tentang Kitab Suci sebagaimana terungkap dalam kehidupan dan pengajaran-Nya.
Yesus menjanjikan berkat kepada mereka yang setia menuruti perintah-Nya. Janji itu berlaku bagi setiap orang percaya yang mengajar orang lain untuk menaati Firman Allah dengan setia.
Benar bahwa tidak semua orang percaya memiliki karunia mengajarkan doktrin yang mendalam dari Kitab Suci, tetapi setiap orang percaya dipanggil untuk mengajarkan sikap atau prilaku mereka yang benar terhadap orang lain.
Karena itu, kita membaca Matius 5:17–20 sebagai satu perikop. Pertama-tama menjelaskan hubungan Yesus dengan hukum dan kitab para nabi.
Selanjutnya, berbicara tentang kelanggengan hukum dan konsekuensi serta kewajiban untuk mematuhi dan mengajarkannya untuk menunjukkan kebenaran yang lebih tinggi yang dituntut oleh kerajaan.
Bagian ini dapat dianalisa sebagai berikut:
Karena itu, dalam Matius 5:19, Yesus menarik dua kesimpulan yang kontras dari ayat 18 yang menyatakan bahwa sangat penting bagi murid-murid kerajaan untuk mematuhi dan mengajarkan perintah Allah sepenuhnya.
Tidak ada yang boleh diabaikan atau diremehkan, bahkan dihapuskan. Hukuman dan ganjaran ditentukan oleh sikap seseorang terhadap hukum Allah.
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Matius 22:37-40.
——————–
“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Matius 5:20
Idealnya memang kehidupan pemimpin agama lebih baik dari umat yang dia pimpin. Karakter, moral, kerohaniannya. Hidupnya untuk diteladani.
Semacam semboyan Tut Wuri Handayani. Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.
Artinya, seorang guru adalah pendidik yang harus memberi contoh atau menjadi panutan. Seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang, dan menunjuk arah yang benar bagi hidup.
Tut wuri artinya “di belakang” atau “mengikuti dari belakang” dan handayani yang berarti “memberikan semangat.”
Semboyan diatas gambaran ideal seorang guru, pemimpin agama. Namun perilaku itu jauh dari harapan. Guru-guru dan pemimpin agama saat itu tidak dapa menjadi teladan.
Praktek hidup mereka jauh dari kebenaran. Secara terus terang Yesus menyebut golongan pemimpin agama itu. Mereka adalah ahli taurat dan orang farisi.
Siapa itu ahli taurat dan orang farisi? Seperti apa hidup mereka dalam beragama?
Ahli taurat adalah para pakar dalam hukum Taurat yang menerangkan hukum Taurat itu sendiri bagi agama Yahudi. Mereka mengajar anak-anak dan orang dewasa mengenai taurat.
Mereka bertugas menyusun peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan untuk setiap situasi kehidupan keagamaan Yahudi.
Mereka disebut cendekiawan Yahudi. Mereka punya kedudukan yang tinggi dan menjadi anggota Sanhedrin.
Orang farisi adalah Sebuah kelompok religius di dalam Yudaisme. Mereka perjuangkan pengetahuan yang mendasar tentang Taurat dan tradisi para nenek-moyang.
Lalu, mengapa Yesus mengatakan, jika pola beragama tidak lebih baik dari mereka, tidak masuk dalam kerajaan sorga?
Mari, lihat seperti apa hidup beragama ahli taurat dan farisi. Cara mereka beragama dibongkar oleh Yesus. Kita bisa baca di Matius 23:3-39.
Ayat 3, “… mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” Bisa mengajar tetapi tidak bisa melakukan. Hanya teori. Prakteknya tidak ada.
Beberapa sifat mereka juga diterangkan:Munafik, suka pamer, menaruh beban dipundak orang. Motifasi untuk dilihat orang. Tinggi hati, haus pujian dan sanjungan, fanatik, tidak berbelaskasihan pada orang yang susah, dll.
Intinya hidup keagamaan mereka sekedar formalitas atau lahiriah saja.
Orang-orang Farisi memiliki Hukum di tangan mereka. Mereka mengetahui wahyu kekudusan Allah yang dinyatakan di sana.
Mereka mengetahui tuntutan Allah tentang tingkah laku orang benar, tetapi mereka tidak dapat mencapai standar itu.
Oleh karena itu, mereka merancang sebuah sistem supaya dapat menghindar dari persyaratan Hukum supaya manusia mencapai seperangkat standar pengganti.
Orang-orang Farisi berkata bahwa jika seseorang hidup sesuai dengan penafsiran mereka terhadap Hukum, mereka akan diterima oleh Tuhan.
Orang-orang Farisi telah menyusun Kitab Suci menjadi 365 perintah negatif dan 250 perintah positif, dan mengajarkan bahwa jika manusia menuruti semua ini, mereka akan diterima di hadapan Allah.
Mereka telah menafsirkan Hukum Allah untuk diterapkan hanya pada tindakan lahiriah, mereka tidak berpikir bagaimana melakukannya dalam tindakan.
Mereka mengatakan membunuh itu salah, tetapi mereka tidak mengajarkan apapun tentang kebencian yang menghasilkan pembunuhan.
Mereka mengatakan salah bagi seorang pria untuk melakukan perzinahan, tetapi tidak mengajarkan tentang nafsu yang menghasilkan perzinahan.
Mereka mengatakan bahwa mencuri itu salah, tetapi tidak mengatakan apa-apa tentang ketamakan yang menyebabkan seseorang mencuri.
Bagi orang farisi, selama seseorang tidak tertangkap basah dalam suatu perbuatan, dia adalah orang yang benar.
Karena itulah mereka memuji diri sebagai orang yang tidak berdosa, karena tidak pernah tertangkap basah.
Maka tidak heran Yesus mengutuk ahli taurat dan orang farisi dengan kata celaka di Matius 23. Mereka ahli agama tetapi tidak menghidupkan esensi agama itu yaitu kasih dan belaskasihan.
Kebenaran ahli taurat dan orang Farisi hanya kulit luarnya saja.
Karena itu Yesus menekankan, kalau cara beragama model ahli taurat dan farisi, maka jangan harap untuk selamat.
Jika ingin masuk sorga, kita harus memiliki cara hidup beragama seperti yang diajarkan Yesus.
Yaitu kebenaran Allah menuntut keselarasan hati yang sejati dengan Hukum Allah yang kudus, bukan hanya lahiriah dan ritual tetapi nyata dan rohani.
Artinya hidup itu harus selaras antara perkataan dan perbuatan. Firman Allah hidup dihati dan dipraktekkan dalam tindakan nyata.
Mereka yang masuk sorga adalah mereka, “yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Matius 7:21-23.
Mereka yang beragama hanya luarnya saja adalah, “pembuat kejahatan!” (Matius 7:23b) Jadi, untuk masuk sorga hidup keagamaan kita harus berbeda dari ahli taurat dan farisi.
—————-
Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Matius 5:21-22
Sebuah perusahaan pernah mengalami kerugian yang sangat besar karena seorang sopirnya yang hanya sekedar mendengar. Kepadanya disampaikan untuk mengirim barang ke kota Portland Oregon.
Tetapi dia pergi kirim barang ke Portland Maine. Itu dua daerah yang sangat jauh jaraknya. Akibatnya perusahaan rugi.
Untuk menghindari kerugian kita perlu menjadi pendengar yang aktif. Tidak hanya sekedar mendengar, tetapi juga mengamati dan meneliti.
Masalah banyak orang adalah hanya mendengar. Itu juga masalah pada orang-orang di jaman Yesus. Berkaitan dengan hukum yang sedang diterangkan Yesus dari Matius 5:17-20, dia mengetahui ketidakpahaman orang tentang hukum Allah.
Karena itu Yesus mengatakan, “Kamu telah mendengar..” kemungkinan mereka mendengar dari para ahli taurat dan farisi, yang reputasinya buruk. Seperti pelajaran kemarin, mereka mengajarkan tentang hukum hanya kulit luarnya saja.
Yesus mengambil contoh hukum yang mereka telah dengar, yaitu hukum ke 6 – jangan membunuh. Membunuh itu menghilangkan nyawa orang. Mematikan orang.
Bahasa Yunani, disebut phoneuo. Artinya membunuh seorang manusia secara tidak adil. Kata Ibrani untuk “pembunuhan” mengacu pada pembunuhan yang disengaja, bukan pembunuhan yang tidak disengaja. (Kel 20:13, Ul 5:17).
Seeorang yang secara sadar, telah merencanakan, memikirkan sebelumnya, dengan alasan apa saja untuk menghabisi nyawa, mematikan hidup seseorang.
Hukuman untuk Tindakan itu dijelaskan dalam Kejadian 9: 5,6, “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia.” Nyawa dibayar nyawa.
Sekarang Yesus memperluas dan memperdalam arti membunuh tanpa harus mencabut nyawa seseorang. Ketiganya adalah marah, berkata kafir dan berkata jahil kepada orang.
Dalam terjemahan KJV ayat ini lebih jelas , “But I say unto you, That whosoever is angry with his brother without a cause….(tanpa alasan). Marah tanpa alasan.
Jadi marah tanpa alasan yang jelas adalah dosa terhadap sesama..sebab satu-satunya alasan kemarahanya adalah karena benci, dendam.
Maka, ketika kita marah tanpa alasan, kita telah membunuh jiwa, semangat dan psikologisnya. Kemarahan tanpa sebab bukan hanya tidak dapat dimaafkan tetapi juga merupakan kejahatan.
Kemarahan adalah hal yang bodoh. Itu membuat kita menjadi perusak. Membenci seseorang berarti melakukan pembunuhan di dalam hati kita (1 Yohanes 3:15).
Dalam Bahasa Yunani kata yang digunakan, “orgizo” artinya Marah, geram atau terprovokasi dan itu kemarahan manusia dan setan.
Orgizo menggambarkan kemarahan yang mendidih yang dipupuk dan tidak dibiarkan mati. Hal itu terlihat dari dendam yang membara, kepahitan membara yang tak mau memaafkan.
Kemarahan itulah yang memelihara kebencian dan tidak menginginkan rekonsiliasi. Jika kita kita harus marah, marahlah seperti Yesus, yaitu Ketika kebenaran, keadilan diinjak-injak.
Kemudian kata “kafir” dalam dalam terjemahan sehari-hari disebut memaki. Bahasa Yunani adalah rhakah artinya orang yang tidak berharga.”
Jadi kalimat, “siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir!..” Artinya adalah mengata-ngatai orang lain atau memaki orang dengan kasar, dengan penekanan suara yang tidak enak..itu adalah pembunuhan..
Dalam pengertian itu Raca mengungkapkan penghinaan yang tidak manusiawi yang berusaha untuk melucuti martabat seseorang dengan memandang mereka sebagai tidak berharga!
Mengatakan “Raca” kepada seseorang sama saja dengan mengatakan, “Dasar bodoh!“ Raca — itu setara dengan pembunuhan di mata Tuhan.
Jadi menghina seseorang, apakah itu fisiknya, suku, kebangsaanya, keluarga, anaknya, dll, itu adalah pembunuhan non fisik.
Yesus mengatakan, orang yang menghina sesamanya harus dimasukkan ke neraka. Kenapa? Karena setiap manusia diciptakan menurut gambar Tuhan.
Tuhan tidak pernah menggunakan kata itu menghina kita. Tetapi dia mengasihi kita. Menghina sesama manusia sama dengan menghina Tuhan yang telah menciptakannya.
Lalu kata “ jahil” dalam terjemahan sehari-hari adalah kata “Tolol” atau KJV “Fool” (Bodoh)..dlm bhs yunani = Moros artinya bodoh (stupid)..
William Baclay dalam komentarinya mengatakan, “Mengucapkan sesuatu yang menghina merupakan sesuatu yang lebih buruk, dan kata-kata yang sembrono atau jahat yang menghancurkan nama baik seseorang adalah yang terburuk dari semua..”
Kata moros “mengungkapkan bentuk penghinaan yang lebih serius daripada Raca. Raca mengungkapkan penghinaan terhadap kecerdasan manusia = Anda bodoh!
Moros, Lebih banyak mengungkapkan penghinaan terhadap hati dan karakternya = Anda bajingan. Bahasa kita adalah fitnah.
Yesus menganggap ini sebagai pelanggaran tertinggi melawan hukum kemanusiaan.
Kristus di sini menunjukkan kepada kita bahwa perintah, “Jangan membunuh,” berhubungan dengan amarah, dengan kata-kata marah, kata cemoohan.
Untuk menjauhkan diri dari dosa pembunuhan, salomo memberikan rahasianya, “Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.” Amsal 17:14
Kita harus siap untuk meredam dan mengakhiri pertengkaran dan ketidaksepakatan, agar tidak berangsur-angsur mengarah pada kejahatan yang lebih besar.
Dia yang mengalahkan amarahnya mengalahkan musuh yang paling kuat.
Mari kita memelihara kehidupan, dengan menjaga amarah kita. Kata-kata kita. Jangan bunuh saya dengan kata-katamu.
Jadi membunuh adalah Ketika kita marah tanpa alasan, menghina ciptaan Tuhan dan memfitnah orang atau mencemarkan nama baik seseorang.
Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya. Amsal 29:11
———————-
“Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” Matius 5:23-24
Hukum ke 6 itu arti dan maknanya sangat luas. Membunuh termasuk Ketika kita marah tanpa alasan, menghina dan memfitnah seseorang.
Setelah Matius 5:21-22, tiga ayat berikutnya yaitu ayat 23-26 masih lanjutan dari penjelasan Yesus tentang hukum ke 6 jangan membunuh.
Diayat ini Yesus sedang berbicara tentang rekonsiliasi pribadi. Disini situasinya tidak berkaitan dengan kemarahan seseorang, tetapi kemarahan atau dendam orang lain.
Penekanannya disini adalah tidak hanya mengendalikan kemarahan diri sendiri, tetapi juga mengambil Langkah-langkah berdamai dengan orang yang marah terhadap mereka.
Itu maka Yesus katakan, jika ingin mempersembahkan korban dan teringat sesuatu dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkan dan berdamai dahulu, setelah berdamai baru kembali lagi mempresembahkan persembahan itu.
(Persembahan yang dimaksud disana adalah persembahan umum atau khusus).
Perhatikan, Ini bukan tentang memperdebatkan siapa yang menyinggung siapa, tetapi tentang mengambil tanggung jawab dan memulai rekonsiliasi.
Artinya, jangan menunggu saudara atau saudari kita yang marah mengambil langkah pertama. Kita harus inisiatif duluan mengambilnya, dan mengambilnya dengan cepat sebelum keadaan menjadi lebih buruk!
Seberapa penting menangani permusuhan, perbedaan pendapat, dendam, atau kemarahan?
Rekonsiliasi sangat penting sehingga menjadi prioritas utama di atas segalanya.
Bahkan lebih diutamakan daripada ibadah. Tuhan lebih suka melihat kita menyelesaikan perbedaan kita daripada menerima persembahan kita!
Untuk apa kita beribadah kalau permusuhan, amarah, dendam, kebencian masih terus dipelihara? Ibadah dan persembahan kita tidak berguna.
Maksud Yesus adalah bahwa kemarahan dan kebencian mempengaruhi hubungan kita dengan Allah. Selama masih ada dosa internal, ibadah lahiriah tidak diterima Allah.
Rekonsiliasi harus mendahului ibadah, karena konflik yang belum terselesaikan akan menjadi ganjalan untuk menikmati ibadah.
Selesaikan perselisihan antara Anda dan saudara Anda sebelum Anda mencoba menyelesaikan perselisihan antara Anda dan Tuhan.
Tidak melakukan itu berarti munafik dengan meminta ampun tanpa bertobat.
Kepedulian Yesus terhadap hubungan yang harmonis dalam komunitas para murid digarisbawahi dalam Mat. 18:6, 10, 12–17, 21–35.
Di sini rekonsiliasi dengan sesama murid harus diutamakan sebelum seseorang mempersembahkan kurban di bait suci.
Penekanan Yesus pada prioritas rekonsiliasi dan keadilan atas ibadah korban sejalan dengan teks alkitabiah seperti 1 Samuel 15:22; Yesaya 1:10–18, yang mana ini menekankan pengampunan ilahi terkait dengan pengampunan manusia.
Mari pikirkan sejenak. Apakah Anda mengenal seseorang yang marah kepada Anda? Apakah ada seseorang yang telah menyinggung Anda?
Bagaimana Anda dapat mengambil inisiatif dalam setiap kasus untuk berdamai dengan orang tersebut? Sebelum mencoba berdamai, luangkan waktu untuk memikirkan strategi Anda.
Misalnya, rekonsiliasi mungkin lebih baik dilakukan secara tatap muka daripada melalui telepon. Anda bahkan mungkin ingin menuliskan apa yang akan Anda katakan sebelumnya.
Perhatikan bahwa tidak ada cara untuk menjamin bagaimana orang lain akan merespons, tetapi Anda dapat yakin akan bantuan Tuhan saat Anda “berusaha” untuk berdamai dengan semua orang.
Apakah ada hubungan Anda yang rusak atau terasing karena sesuatu yang Anda katakan atau lakukan? Ambil inisiatif. Pergi sekarang dan lakukan semua yang Anda bisa untuk didamaikan.
Inti dari semua konflik adalah hati yang egois.
Selain itu, kewajiban untuk mengusahakan rekonsiliasi tidak hanya berlaku untuk hubungan dalam komunitas para murid (5:23-24) tetapi juga hubungan di luar komunitas itu.
——————
Matius 5:25-26
“Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.” Matius 5:25-26
Prinsip ayat ini sama dengan ayat sebelumnya yaitu rekonsiliasi. Bedanya, diayat ini penekanannya adalah mengusahakan rekonsiliasi diluar komunitas mereka.
Yesus membagikan contoh kedua tentang hubungan dan rekonsiliasi. Dari persembahan korban mezbah di bait suci, Yesus memindahkan latarnya ke ruang sidang resmi.
Dan dalam hal ini, bukan saudara, melainkan lawan hukum dalam perselisihan sebuah perselisihan.
Yesus memberikan perintah yang jelas. “Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan..”
Dia memberi tahu murid-murid-Nya untuk melakukan ini saat mereka bersamanya dan dalam perjalanan.
Ungkapan “selama engkau bersama-sama dengan dia” berarti dalam perjalanan ke pengadilan. Jangan tunggu nanti, dan jangan tunggu sampai sidang. Lakukan ganti rugi dengan segera.
Ini berlaku untuk kehidupan kita saat ini. Adalah lebih baik mencari keharmonisan dan penyelesaian bila memungkinkan, daripada “pergi ke pengadilan”.
Dalam cerita ini, jelas kita bersalah; Yesus memberi tahu kita bahwa kita akan dijebloskan ke dalam penjara jika kita diadili di hadapan hakim.
Karena, alasan kita untuk pergi ke pengadilan adalah untuk menghindari pembayaran hutang kita, atau mencoba melalaikan tanggung jawab kita.
Yesus menasihati untuk mengambil tanggung jawab dan segera memperbaikinya.
Yesus menyajikan dua pilihan. Kita bisa berteman dengan lawan kita dan berdamai dengannya dengan memperbaiki kesalahan yang telah kita lakukan terhadapnya.
Jika kita memilih opsi ini, kita menghindari hasil negatif dari pengadilan.
Jika kita memilih untuk tidak berdamai dengan lawan kita sekarang dan mengabaikan kesalahan yang telah kita lakukan padanya, keadilan akan ditegakkan dipengadilan.
Saat kita diadili, dan hakim memutuskan kita bersalah, dia akan menyerahkan kita kepada petugas, dan kita akan dijebloskan ke dalam penjara.
Jika kita dijebloskan ke dalam apa yang tampaknya penjara dosa, Yesus memperingatkan dengan otoritas ilahi-Nya, “Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.”
Jauh lebih baik memilih opsi pertama dan membayar hutang kita daripada mencoba menghindari pembayaran dan mencari tahu keputusan hakim.
Kunci untuk mengikuti nasihat ini adalah kita harus melihat tindakan kita secara objektif bahwa kita salah.
Kunci lainnya adalah memikul tanggung jawab atas tindakan kita. Kita tidak bisa mengikuti instruksi ini sambil menyalahkan orang lain.
Ketika kita mempertimbangkan perikop ini dengan ayat-ayat sebelumnya yaitu Matius 5:21-24, kita melihat bahwa kebenaran (keselarasan) berlaku untuk kepatuhan eksternal kita terhadap perintah (Jangan membunuh) dan kepatuhan internal kita (jangan marah. )
Kita juga melihat bahwa cara kita memperlakukan orang lain memengaruhi persekutuan kita saat ini dengan orang lain, juga dengan Allah.
Rekonsiliasi penting tidak hanya untuk sesama saudara kita, tetapi juga untuk seseorang yang berselisih dengan kita.
Menyelesaikan kesalahan dengan cepat menghindari konsekuensi yang lebih parah. Sebisa mungkin semua perselisihan diselesaikan secara rohani dan persaudaraan. Hindari pergi ke pengadilan.
Tidak ada komentar