
“Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka.
Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.”
Tidak diterangkan pesta apa mereka. Kemungkinan pesta ulang tahun. Pesta tersebut sudah menjadi agenda rutin dalam keluarga Ayub dan dilakukan secara bergiliran terutama oleh para anak laki-laki.
Dan mereka akan mengundang saudari mereka perempuan, yang mungkin masih tinggal dengan ayah mereka untuk turut menikmati pesta tersebut.
Cara mereka mengadakan pesta menunjukkan, kemungkinan belum ada yang menikah diantara mereka.
Semua ini menunjukkan kedekatan dan kekayaan keluarga Ayub.
Ketika mengadakan pesta ini, mereka tidak sedang mempraktekkan hidup yang boros. Walau pun kemungkinan pesta ini dilakukan selama berhari-hari. Mungkin tujuh hari.
Dan ini bukan pesta pemanjaan diri dan memuaskan nafsu duniawi. Di dalamnya ada unsur kebajikan.
Di dunia timur, Seorang sheikh atau orang kaya di kalangan Arab selalu membuka rumahnya untuk tamu, membangun reputasi baiknya melalui kedermawanan.
Kedermawanan adalah salah satu dari empat bajikan utama Arab atau timur. Dan kemungkinan anak-anak Ayub ketika mengadakan pesta juga melakukan hal yang sama. Kedermawanan.
Dan mungkin salah satu agenda pesta tersebut adalah memberikan sedekah. Membantu orang-orang miskin, yang ada disekitar rumah mereka.
Jadi tidak ada indikasi bahwa pesta anak-anak Ayub sebagai pesta kepelesiran, pemuasan hasrat duniawi, mabuk dan judi.
Dalam pesta ini Ayub tidak hadir. Karena ada ketentuan yang mengharuskan Ayub tidak boleh mengorbankan martabatnya dengan menerima jamuan di rumah anak-anaknya.
Dan hal itu dapat dikonfirmasi diayat 18-19, ketika pesta diadakan dirumah anak sulung, rumah tersebut roboh oleh bencana dan semua anak-anak Ayub mati. Ayub tidak ikut pesta itu.
Jadi apa yang ingin ditampilkan oleh penulis dengan cerita tentang pesta anak-anak Ayub?
Penulis ingin memberikan gambaran keharmonisan dan kegembiraan keluarga Ayub, yang kemudian hari akan dirusak oleh tragedi yang akan segera terjadi.
Ayub Mempersembahkan Korban
Ayub Sadar ketika seseorang menikmati kesenangan ada kecenderungan lupa norma kesopanan. Tindakan dan pembicaraan bisa diluar kendali..
Karena itu dia mengantisipasi jika ada tindakan mereka dalam pesta itu yang tidak patut, ada 3 hal yang Ayub lakukan: memanggil mereka, menguduskan mereka dan mempersembahkan korban.
Dalam hatinya Ayub berpikir, “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.”
Apa yang dimaksud oleh Ayub bahwa anak-anaknya mungkin telah melakukan dosa yang tersembunyi dihati mereka.
Dosa yang dimaksud Ayub adalah mengutuki Allah.
Dalam konteks Alkitab Perjanjian Lama, dalam Imamat 24:10–16, mengutuk dipandang sebagai pelanggaran yang serius. Bisa dihukum mati.
Mengutuk Tuhan dapat melibatkan penggunaan nama Tuhan dalam sumpah yang sembrono.
Menggunakan nama Tuhan dengan sia-sia juga dianggap bersalah.
Mengutuk Tuhan bisa juga dalam konteks berbicara dengan kata-kata melawan Tuhan, merendahkan atau menghina Tuhan.
Dan dalam konteks ini, mungkin yang paling sesuai adalah menghina Tuhan. secara tertulis dan tersirat, sebenarnya anak-anak Ayub tidak ada menghina Tuhan..
Namun sekali lagi, itu adalah pikiran Ayub. Karena dalam ketidak tahuannya dia berpikir siapa tahu mereka telah berbuat dosa dalam hati mereka..
Kata-kata yang diucapkan dalam hati yang menghina Tuhan kita lihat beberapa daftar berikut ini:
• Mengambil kredit untuk diri atas apa yang telah dilakukan Allah kepada kita (lih. Ul. 8:17)
• salah menafsirkan motif Allah (Ul. 9:4)
• Berpikir bahwa Allah tidak akan bertindak (Ul. 29:19)
• Mengekspresikan ambisi melawan Allah (Yes. 14:13)
• Mengekspresikan kesombongan (Yes. 47:10)
• Menyatakan bahwa tidak ada Allah (Mzm. 14:1; 53:1)
Contoh-contoh diatas termasuk menghina Allah dengan menyatakan bahwa Dia tidak berkuasa bertindak, bahwa Allah korup dalam tindakan atau motif-Nya, bahwa Allah memiliki kebutuhan, atau bahwa Allah dapat dimanipulasi.
Namun dalam kasus anak-anak Ayub, kemungkinan besar ini bukan cara anak-anaknya menghujat Allah.
Mereka mungkin lebih cenderung dalam kegembiraan mereka, lalu berpikir bahwa kesuksesan mereka dicapai oleh tangan mereka sendiri..
Akibatnya mereka gagal memberikan pujian kepada Allah atas berkat yang mereka nikmati.
Jadi pikiran Ayub bahwa kemungkinan anak-anaknya berbuat dosa dalam pesta menunjukkan bahwa ia megasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan tenaganya.
Dia takut akan Allah dan selalu berupaya untuk menjaga hati dan pikiran agar jangan sampai timbul niat jahat dalam hidup anak-anaknya.
Dia beranggapan bahwa setiap kali pesta diadakan, ada kemungkinan pernyataan yang tidak terjaga dapat diucapkan yang dapat membuat Tuhan marah meskipun tidak ada niat seperti itu..
Melalui hal ini kita bisa melihat, Ayub sebagai ayah yang benar dan bertanggung jawab. Dia tidak hanya memenuhi anak-anaknya dengan kenyamanan materi, tetapi juga rohani.
Ayub sangat tertarik dengan kerohanian anak-anaknya, yang mana itu akan berdampak pada perilaku mereka.
Tidak ada komentar